MAKALAH
SEJARAH
KERAJAAN CIREBON
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Pelajaran
“SKI”
Guru
Mapel: Sopian Alawi,S.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok: 3
v RAHMA ANGGRAENI
v ROHMAN
v RIVALDI
v INDAH AYU FITRIANI
v ST. ROBIATUL ADAWIAH
MADRASAH
TSANAWIYAH AN-NADWAH
TAHUN
PELAJARAN
2023/2024
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah sejarah tentang “Sejarah Kerajaan Cirebon” ini manfaatnya
untuk kami dan para pembaca semuanya.
Makalah Sejarah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah sejarah ini.
Akhir kata kami
berharap semoga makalah sejarah tentang kerajaan Demak ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Cigandeng, 04 November 2023
Penyususn
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 2
A. Berdirinya Kerajaan Cirebon........................................................................ 2
B. Perkembangan Kerajaan Cirebon.................................................................. 2
C. Kemajuan Kerajaan Cirebon......................................................................... 4
D. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan
Cirebon......................................... 5
BAB III PENUTUP................................................................................................ 8
A. Kesimpulan................................................................................................... 8
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam sejarah
Indonesia ada dua kerajaan islam sebagai penonggak sejarah ajaran islam di
daerah pulau jawa, yaitu kerajaan Demak sebagai penguasa saat itu dan kerajaan
Cirebon serta kerajaan Banten sebagai pembantu untuk menyebarkan ajaran-ajaran
islam didaerah jawa bagian barat, atau tanah pasundan.
Banyak misteri
tentang kerajaan Cirebon yang menurut banyak peneliti kerajaan Cirebon
didirikan oleh Syarif Hidayatulloh karena pada masanya kerjaan Cirebon yang
awalnya menjadi wilayah kekuasaan , dimana beliau adalah putra dari Nyai Rara
Santang dan tidak salah lagi bahwa beliau adalah keturuan dari Prabu Siliwangi
penguasa tanah pasundan, yang memberikan dengan memberikan sebagian wilayah
kekuasaan di daerah Cirebon untuk didirikan pusat – pusat ajaran islam kepada
anaknya.
Adapun penulisan dan
penyusunan makalah kerajaan Cirebon ini merupakan suatu tugas yang diberikan
secara berkelompok, semoga dengan makalah ini dapat membantu untuk sedikit
memahami mengenai kerajaan Cirebon dan besar harapan kami akan adanya suatu
kritik yang membangun yang dapat membantu meningkatkan lagi khazanah keilmuan
kami.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Latar Belakang
Berdirinya Kerajaan Cirebon ?
2.
Bagaimana
Perkembangan Kerajaan Cirebon ?
3.
Bagaimana Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Cirebon ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Berdirinya Kerajaan
Cirebon
Menurut
Sulendraningrat berdasar naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita
Purwaka Caruban Nagari, Cirebon adalah
sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yang berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan
diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran), karena di sana bercampur para
pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan
mata pencaharian yang berbeda-beda untuk bertempat tinggal atau berdagang.
Pada awalnya
sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah sebagai nelayan, maka
berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang
pantai serta pembuatan terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas
pembuatan terasi (belendrang) dan dari udang rebon inilah berkembanglah sebutan
cai-rebon (Bahasa Sunda:, air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.
Cirebon didirikan
pada 1 Sura 1445 M, oleh Pangeran Cakrabuana. Pada tahun 1479 M Pangeran
Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon yang bertempat di kraton Pakungwati Cirebon
menyerahkan kekuasaannya pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati adalah seorang
menantu Pangeran Cakrabuana dari ibu Ratu Mas Rara santang. Sejak inilah
Cirebon menjadi negara merdeka dan bercorak Islam. Sebelum berdirinya kekuasaan
politik Islam di bawah kekuasaan Sunan Gunung Jati wilayah Cirebon dibagi
menjadi dua daerah, pesisir dan pedalaman. Daerah pesisir dipimpin oleh Ki
Gedeng Jumajan Jati, sedangkan wilayah pedalaman dipimpin oleh Ki Gedeng
Kasmaya.1
B.
Perkembangan
Kerajaan Cirebon
Pada tahun 1479 M,
kedudukan Cakrabuana digantikan oleh keponakannya. Keponakan Cakrabuana tersebut
merupakan buah perkawinan antara adik cakrabuana, yakni Nyai Rarasantang,
dengan Syarif Abdullah dari Mesir.
Keponakan Cakrabuana
itulah yang bernama Syarif Hidayatullah (1448 – 1568 M). Setelah wafat, Syarif
Hidayatullah dikenal dengan nama sunan Gunung Jati, atau juga bergelar ingkang
Sinuhun Kanjeng Jati Purba Penetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman
Khalifatur Rasulullah.
Pertumbuhan dan
perkembangan kesultanan Cirebon yang pesat dimulai oleh syarif Hidayatullah. Ia
kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti kesultanan cirebon dan banten, serta
menyebar islam di majalengka, Kuningan, kawali Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten.
Setelah Syarif Hidayatullah wafat pada tahun 1568, terjadilah kekosongan
jabatan pimpinan tertinggi kerajaan Islam cirebon. Pada mulanya, calon kuat
penggantinya adlah pangeran Dipati Carbon, Putra Pengeran Pasarean, cucu syarif
hidayatullah. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebuh dahulu pada tahun
1565.
Kosongnya kekuasaan
itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat istana yang memegang kendali
pemerintahan selama syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati melaksanakan
Dakwah. Pejabat tersebut adalah Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah
kemudian naik tahta, secara resmi menjadi sultan cirebon sejak tahun 1568.hanya
dua tahun Fatahillah menduduki tahta Cirebon, karena ia meninggal pada 1570.
Sepeninggal Fatahillah, tahta jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati, yaitu
pangeran Emas. Pangeran emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I, dan
memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun. Setelah panembahan ratu I
meninggal pada tahun 1649, pemerintahan kesultanan Cirebon dilanjutkan oleh
cucunya yang bernama Pangeran Karim, karena ayahnya yaitu Panembahan
Adiningkusumah meninggal dunia terlebih dahulu. Selanjutnya, Pangeran Karim
dikenal dengan sebutan Panembahan Ratu II atau Panembahan Girilaya.
Pada masa
pemerintahan Panembahan Girilaya, Cirebon terjepit di antara dua kekuatan,
yaitu kekuatan Banten dan kekuatan Mataram. Banten curiga, sebab Cirebon
dianggap mendekat ke Mataram. Di lain pihak, Mataram pun menuduh Cirebon tidak
lagi sungguh-sungguh mendekatkan diri, karena panembahan Girilaya dan Sultan
Ageng dari Banten adalah sama-sama keturunan pajajaran. Kondisi memuncak dengan
meninggalnya Panembahan Girilaya saat berkunjung ke Kartasura.
Dengan kematian
panembahan Ia lalu dimakamkan di bukit Girilaya, Yogyakarta, dengan posisi
sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri.Girilaya, terjadi kekosongan
penguasa. Sultan Ageng Tirtayasa segera dinobatkan Pangeran Wangsakerta sebagai
pengganti Panembahan Girilaya, atas tanggung jawab pihak Banten. Sultan Ageng
Tirtayasa pun kemudian mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantu
Trunajaya, yang pada saat itu sedang memerangi Amangkurat I dari mataram.
Dengan bantuan Trunajaya, maka kedua putra penembahan Girilaya yang ditahan
akhirnya dapat dibebaskan, dan dibawa kembali ke Cirebon. Bersama satu lagi
putra panembahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai penguasa
kesultanan Cirebon. Panembahan Girilaya memiliki tiga putra, yaitu pangeran
murtawijaya, pangeran Kartawijaya, dan pangeran wangsakerta. Pergantian kepemimpinan para sultan di
cirebon selanjutnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom
IV (1798 – 1803).
C.
Kemajuan Kerajaan Cirebon
Saat itu terjadilah
pepecahan karena salah seorang putranya, yaitu pangeran raja kanoman, ingin
memisahkan diri membangun kesultanan sendiri dengan. Kemajuan Kerajaan Cirebon
yang menonjol, yaitu :
1. Bidang Ekonomi
Cirebon Sebagai Bandar Dagang karena Letak Cirebon yang strategis
yaitu di daerah pesisir pantai Utara pulau Jawa. Cirebon sebagai pusat
pelabuhan berfungsi sebagai sumber pendapatan ekonomi dan sebagai keluar
–masuknya barang-barang kebutuhan pada masyarakat pedesaan, dengan luar daerah,
maupun dari negeri lain. Perdagangan ini melalui dua jalur yaitu jalur darat
dan jalur laut. Jalur darat biasanya dengan alat transportasi darat seperti
dengan berkuda atau mengendarai gajah. Jalurnya dari Banyumas menuju Tegal,
kemudian menuju Periangan.
Tiga wilayah pedalaman diandalkan sebagai penghasil bahan-bahan
pertanian seperti sayur-mayur, buah-buahan, padi. Sedangkan barang dagangan
yang dibawa dari luar daerah yaitu : logam, besi, emas, perak, sutera, dan
keramik. Barang-barang tersebut biasanya berasal dari Cina. Dalam transaksi
perekonomian dan perdagangan Cina mempunyai peranan yang sangat besar karena
barang-barang kebutuhan masyarakat dibawa oleh pedagang-pedagang dari Cina.
Mereka memakai sistem barter yang dimaksud barter disini yaitu
barter uang dengan mempergunakan mata uang. Perdagangan Cirebon mengalami
kemunduran karena adanya monopoli perdagangan dari kompeni Belanda.3
2.
Bidang Sastra
Adanya
kegiatan mengarang nyanyian keagamaan Islam, yang disebut mistis yang bercorak
mistis. Kemajuan yang sangat berarti terjadi pada masa Kepemimpinan Sunan
Gunung Jati, karena tercapainya sebagai
berikut : 1. Telah terpenuhinya prasarana dan sarana fisik essensial
pemerintahan dan ekonomi dalam ukuran suatu Kerajaan Pesisir. 2. Telah
dikuasainya daerah-daerah belakang (hinterland) yang dapat diharapkan mensuplay
bahan pangan termasuk daerah penghasil garam, daerah yang cukup berpengaruh
bagi pemasukan negeri pesisir dengan luas yang memadai. 3. Telah adanya
sejumlah pasukan lasykar dengan semangat yang tinggi, yang dipimpin oleh para
panglima (dipati-dipati) yang cukup berwibawa dan bisa dipercaya loyalitasnya.
4. Adanya sejumlah penasehat-penasehat baik dibidang pemerintahan maupun agama.
5. Terjalinnya hubungan antar negara yang sangat erat antar Cirebon dengan
Demak. 6. Mendapat dukungan penuh dari para wali. 7. Tidak terdapat indikasi
tentang ancaman Prabu Siliwangi untuk menghancurkan eksistensi cirebon.5
D.
Kemunduran dan
Kehancuran Kerajaan Cirebon
Dengan kematian
Panembahan Girilaya, maka terjadi kekosongan penguasa. Pangeran Wangsakerta
yang bertanggung jawab atas pemerintahan di Cirebon selama ayahnya tidak berada
di tempat,khawatir atas nasib kedua kakaknya. Kemudian ia pergi ke Banten untuk
meminta bantuan Sultan Ageng Tirtayasa (anak dari Pangeran Abu Maali yang tewas
dalam Perang Pagarage), beliau mengiyakan permohonan tersebut karena melihat
peluang untuk memperbaiki hubungan diplomatic Banten-Cirebon. Dengan bantuan
Pemberontak Trunojoyo yang disupport oleh Sultan Ageng Tirtayasa, kedua
Pangeran tersebut berhasil diselamatkan.
Namun rupanya,
Sultan Ageng Tirtayasa melihat ada keuntungan lain dari bantuannya pada
kerabatnya di Cirebon itu, maka ia mengangkat kedua Pangeran yang ia selamatkan
sebagai Sultan,Pangeran Mertawijaya sebagai Sultan Kasepuhan & Pangeran
Kertawijaya sebagai Sultan Kanoman,sedangkan Pangeran Wangsakerta yang telah
bekerja keras selama 10 tahun lebih hanya diberi jabatan kecil, taktik pecah
belah ini dilakukan untuk mencegah agar Cirebon tidak beraliansi lagi dengan
Mataram.
Pembagian pertama
terhadap Kesultanan Cirebon, dengan demikian terjadi pada masa penobatan tiga
orang putra Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh, Sultan Anom, dan
Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupakan babak baru bagi kerajaan
Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga dan masing-masing berkuasa dan
menurunkan para sultan berikutnya.
Dengan demikian,
para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:
a. Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran
Martawijaya, dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin
(1677-1703)
b. Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya,
dengan gelar Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1677-1723)
c. Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan
Cirebon dengan gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan
Tohpati (1677-1713).
Perubahan gelar dari Panembahan menjadi
Sultan bagi dua putra tertua Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten.
Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton
masing-masing. Pangeran Wangsakerta tidak diangkat menjadi sultan melainkan
hanya Panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri,
akan tetapi berdiri sebagai kaprabonan (paguron), yaitu tempat belajar para intelektual
keraton. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun
1677 berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang sultan akan
menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika
tidak ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yang
dapat memangku jabatan itu sebagai pejabat sementara.
Sukses para sultan selanjutnya pada
umumnya berjalan lancar, sampai pada masa pemerintahan Sultan Anom IV
(1798-1803), dimana terjadi perpecahan karena salah seorang putranya, yaitu
Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan diri membangun kesultanan sendiri
dengan nama Kesultanan Kacirebonan.
Kehendak Pangeran Raja Kanoman didukung
oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan keluarnya besluit (Bahasa Belanda:
surat keputusan) Gubernur-Jendral Hindia Belanda yang mengangkat Pangeran Raja
Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa
putra dan para penggantinya tidak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar
pangeran. Sejak itu di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu
Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan
Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yang lain bernama Sultan Anom
Abusoleh Imamuddin (1803-1811).
Sesudah kejadian tersebut, pemerintah
kolonial belanda pun semakin ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga
peranan istana-istana kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya
semakin surut. Puncaknya terjadi pada tahun-tahun 1906 dan 1926, ketika kekuasaan
pemerintahan kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan pengesahan
berdirinya Kota Cirebon.6
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam masuk ke
Cirebon pada abad 15, ajaran Islam ini dibawa Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung
Jati) dan Syekh Idlofi Mahdi. Mereka menyebarkan agama Islam dengan berdakwah
dan mendirikan pondok pesantren. Sunan Gunung Jati, mempunyai daerah penyebaran
paling luas. Pada tahun 1498 Sunan Gunung Jati membangun Masjid Agung Cirebon
dan dibantu oleh kedelapan para wali. Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati wafat
dan beliau dimakamkan di pertamanan Gunung Jati.
Cirebon mulai
mengalami kehancuran ketikaCirebon dibagi menjadi 3 kesultanan, yaitu Keraton
Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Kerato Kacirebonan. Sehingga kerajaan Cirebon
menjadi terpecah-pecah. Disamping itu adanya perebutan kekuasaan sepeninggal
Panembahan Gerilya pada tahun 1702. Adanya
campur tangan VOC dalam kerajaan yang mengadu domba mereka juga menjadi
penyebab hancurnya kerejaan Cirebon.
DAFTAR
PUSTAKA
Munzirin,Yusuf dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia.Yogyakarta
: Pustaka,2006.
Kartidirdjo,Sartono dkk. Pengantar Sejarah Indonesia Baru :
1500-1900, Jilid 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.
http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-cirebon/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar