Kamis, 18 Januari 2024

HUBUNGAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN

MAKALAH

HUBUNGAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN

 

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah

Pendidikan Karakter

Dosen : Dr. H. ENCI. Z. M.Pd., MT

 

Description: STKIPBabunnajahPandeglang_830e9194420cfe00dcb06008ea93eb7c

 

 

Disusun oleh:

1.      ADI AGUSTIAN

2.      MASFUFAH

3.      SRI HANDAYANI

 

 

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) BABUNNAJAH MENES-PANDEGLANG

TAHUN AJARAN

2023

 

 


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah “hubungan karakter dan kepribadian”  sebagai mana mestinya. Tak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih terhadap pihak-pihak yang turut ikut andil dalam menyelesaikan tugas ini.

Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan dalam segi penyusunan dan sistematika penulisan yang baik dan benar oleh karena itu kami selaku penyusun sangat berharap banyak terhadap para pembaca agar memberi saran dan masukkan sehingga kami bisa menyempurnakan kekurangan  tersebut. Semoga makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi kita semua terutama terhadap tim penyusun.

 

 

Menes, 18 November 2023

Penyusun,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB 1. PENDAHULUAN.. 1

1.1 Latar Belakang. 1

1.2 Rumusan Masalah. 2

1.3 Tujuan. 2

BAB II. PEMBAHASAN.. 3

2.1 Karakter dan Asesmennya. 3

2.2  Kepribadian. 3

2.3 Konsep yang berhubungan dengan Kepribadian. 4

2.4 Hubungan Karakter dan Kepribadian. 6

BAB 3. PENUTUP. 10

3.1 Kesimpulan. 10

DAFTAR PUSTAKA.. 11

 


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini dunia pendidikan semakin tertantang untuk menyiapkan siswa maupun mahasiswa dalam menghadapi globalisasi yang semakin meningkat, kemampuan penguasaan teknologi dan berbagai keterampilan sesuai perkembangan jaman. Sebagai akibatnya, diperlukan perubahan kurikulum. Pada saat yang sama, perhatian terhadap permasalahan-permasalahan karakter juga harus dilakukan, mengingat berbagai suguhan berita yang membuat kita terhenyak. Berbagai kasus seperti tindak kekerasan remaja kepada sesama temannya, perkelahian antar siswa, menurunnya rasa hormat anak pada orangtua dan gurunya, menurunnya rasa tanggung jawab, meningkatnya ketidakjujuran, menurunnya moral, kasus bunuh diri, cyber bullying, dan sebagainya. Sungguh menjadikan bahan pemikiran bagi dunia pendidikan kita tidak lain hanya untuk menumbuhkan karakter yang baik namun diharapkan juga agar hasil implementasi kepribadian yang tertuju pada lingkungan sosial juga baik.

Karakter bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, tidak dapat diharapkan diberikan oleh orangtua sebagai satu-satunya penyedia 'karakter baik', juga tidak dapat 'diajarkan' dari buku teks. Karakter dapat terbentuk oleh seseorang atau sesuatu yang dipengaruhi oleh jumlah waktu interaksi dan konten interaksinya. Semakin banyak waktu yang dihabiskan seorang anak dengan seseorang atau sesuatu, maka akan semakin banyak mereka akan menyerap dan “dibentuk” oleh seseorang atau sesuatu tersebut. “Sesuatu” tersebut dapat berupa TV, video game, ponsel, iPad, atau lainnya. Ada banyak faktor penting yang terlibat dalam pengembangan karakter seseorang, antara lain dari keluarga, komunitas dan sekolah, dan lainnya.

Pendidikan karakter telah lama diwacanakan dan dilaksanakan. Secara eksplisit, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Nampak bahwa ayat tersebut sarat dengan muatan pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang dapat menumbuhkan generasi muda yang etis, bertanggung jawab, dan peduli dengan memberi contoh dan membelajarkan karakter.

.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakter dan asesmennya

2. Bagaimana definisi kepribadian

3. Bagaimana hubungan karakter dan kepribadian

 

1.3 Tujuan                                                         

1. Mengetahui karakter dan asesmennya

2. Mengetahui definisi kepribadian

3. Mengetahui hubungan karakter dan kepribadian

 

 

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertia Karakter

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, adab, atau ciri kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai nilai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan bersumber dari sejumlah nilai, moral, dan norma, yang diyakini kebenarannya yang terwujud dalam hubungan-hubungan yang membangun interaksi antara manusia dengan Tuhannya, sesama manusia, lingkungan hidupnya, bangsa dan negaranya, dan dengan dirinya sendiri. Hubungan- hubungan itulah yang menimbulkan penilaian baik-buruknya karakter seseorang (Akbar, 2011).

Karakter adalah "suatu  kecenderungan dan minat aktif" yang membuat seseorang "terbuka, siap dan senang  terhadap tujuan tertentu atau berperasaan, dingin, tidak mau tahu menahu terhadap orang lain". Karakter terdiri dari seperangkat disposisi dan kebiasaan yang membentuk tindakan dengan cara yang relatif tetap. Karakter adalah pendekatan umum seseoranag terhadap masalah dan tanggung jawab kehidupan sosial, responsif terhadap dunia yang didukung oleh reaksi emosional terhadap kesusahan orang lain, perolehan keterampilan prososial, pengetahuan tentang konvensi sosial dan pembangunan nilai-nilai pribadi; termasuk kapasitas untuk disiplin diri dan empati (Lapsley, 2006).

 

2.2  Kepribadian

Istilah kepribadian dalam bahasa inggris dinyatakan dengan personality. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona yang berarti topeng dan personare yang artinya menembus.istilah topeng berkenaan dengan salah satu atribut yang digunakan oleh para pemain sandiwara pada zaman Yunani Kuno. Dengan topeng yang dikenakan dan diperkuat dengan gerak-gerik dan yang diucapkan, karakter dari tokoh yang diperankan tersebut dapat menembus keluar dalam arti dapat dipahami oleh para penonton. Kata kepribadian dalam kehidupan sehari-hari di gunakan untuk menggambarkan: (1) identitas diri, contoh: “Saya seorang yang terbuka” atau “Saya seorang pendiam”, (2) kesan umum seseorang tentang diri anda atau orang lain, contoh “Dia agresif” atau “Dia jujur”, dan fungsi-fungsi kepribadian sehat atau bermasalah, contoh: “Dia baik” atau “Dia mendendam.”

Untuk memperoleh pemahaman tentang kepribadian ini, berikut di kemukakan beberapa pengertian dari para ahli: Hall dan Lindzey mengemukakan bahwa secara populer, kepribadian dapat di artikan sebagai: (1) keterampilan atau kecakapan sosial (social skill), dan (2) kesan yang paling menonjol, yang di tunjukkan seseorang kepada orang lain. Selain itu Woodworth juga mengemukakan bahwa kepribadian merupakan “Kualitas tingkah laku total individu”. Sementara Dashiell mengartikannya sebagai “Gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi”. Derlega, Winstead dan Jones mengartikannya sebagai “Sistem yang relative stabil mengenai karakteristik individu yang bersifat internal, yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang konsisten.” (Suryabrata, 2006)

 

2.3. Konsep yang berhubungan dengan Kepribadian

Konsep-konsep kepribadian sebenarnya merupakan aspek-aspek atau komponen- komponen kepribadian karena pembicaraan mengenai kepribadian senantiasa mencakup apa saja yang ada di dalamnya, seperti karakter, sifat-sifat, dan lainnya. Interaksi antara berbagai aspek tersebut kemudian terwujud sebagai kepribadian. Ada beberapa konsep yang berhubungan erat dengan kepribadian bahkan kadang-kadang disamakan dengan kepribadian. Konsep-konsep yang berhubungan dengan kepribadian diantaranya: 1) Character (Watak) ialah kepribadian yang dipengaruhi oleh motivasi yang menggerakkan kemauan sehingga orang tersebut bertindak. Yang dimaksudkan bahwa kepribadian seseorang menunjukkan tindakan akibat kemauan yang teguh dan kukuh maka ia dinamakan seseorang yang berwatak atau sebaliknya (Alwisol, 2005)

Menurut Sumadi (2006) watak adalah keseluruhan atau totalitas kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara emosional dan volisional seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari dalam (dasar, keturunan, dan faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar (pendidikan dan pengalaman, serta faktor-faktor eksogen). Secara arti normatif kata watak dipergunakan apabila orang bermaksud mengenakan norma-norma kepada orang yang sedang dibicarakan, misalnya ungkapan “Ia orang yang pandai, tetapi sayang tidak berwatak dan Ia orang yang terdidik, tetapi tak punya watak”. Orang berwatak apabila sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dipandang dari segi norma-norma sosial adalah baik dan sebaliknya.

Secara arti deskriptif watak menurut Allport bahwa “Character is personality evaluated, and personality is character devaluated”. Menurutnya kepribadian dan watak adalah satu dan sama, tetapi dipandang dari segi yang berlainan. Apabila orang akan mengenakan norma-norma, yang berarti mengadakan penilaian lebih tepat dipergunakan istilah “watak”. Apabila tidak mengadakan penilaian sehingga menggambarkan apa adanya, dipakai istilah “kepribadian”. 2) Temperament (Tabiat) adalah kepribadian yang lebih bergantung pada keadaan badaniah, atau kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologis atau fisiologis. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tabiat adalah konstitusi kejiwaan.

Temperament memiliki aspek yang meliputi: Motalitas (kegestian atau kelincahan) ditentukan oleh otot, tulang dan saraf perifer. Contoh: Orang bekerja dan bereaksi dengan lincah dan gesit. Vitalitas (daya hidup) lebih ditentukan keadaan hormonal dan saraf otonom. Contoh: Orang dengan vitalitas tinggi: baru bangun pagi sudah penuh gairah hidup dan memiliki berbagai rencana. Orang yang mudah bosan, kurang kreatif, dan kurang inovatif. Emosionalitas (daya rasa) lebih ditentukan keadaan neurohormonial dan saraf pusat. Contoh: Bila ada sesuatu yang menakutkan, ada orang yang bereaksi segera dan spontan secara emosional. 3) Traits (Sifat) ini berfungsi untuk menguntegrasikan kebiasaan, sikap dan ketrampilan kepada pola-pola pikir, merasa dan bertindak. Traits dapat diartikan sebagai aspek atau dimensi kepribadian yang terkait dengan karakteristik respon atau reaksi seseorang yang relatif konsisten (ajeg) dalam rangka menyesuaikan dirinya secara khas. Diartikan juga kecenderungan yang dipelajari untuk mereksi rangsangan dari lingkungan. Deskripsi di atas menggambarkan bahwa traits merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dipelajari untuk mengevaluasi situasi dan mereaksi situasi dengan cara-cara tertentu.

 

2.3 Hubungan Karakter dan Kepribadian

Karakter dan kepribadian memiliki serangkaian hubungan yang kompleks atau saling terikat satu sama lain yang dapat diasumsikan dari definisi dan asesmen dari karakter dan kepribadian. Hubungan-hubungan yang terkadung didalamnya bersipat satu kesatuan yang didapatkan dari hasil internalisasi berbagai nilai kebajikan yang digunakan sebagai landasan berpikir dan bertindak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakter pada diri manusia sebagai pembentuk atau pendamping dari kepribadian pada manusia. Pada (Tabel 2) memperlihatkan bahwa karakter dan kepribadian bersipat satu kesatuan;

Terdapat banyak penjelasan dari para ahli mengenai karakter dan kepribadian berikut Lickona menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik yang menjadi landasan hubungan antara karakter dan kepribadian (components of good character) yaitu moral knowingmoral feeling, dan moral action.

1.      Moral Knowing (Pengetahuan Moral)

Moral knowing akan lebih mengisi pada ranah kognitif individu, yang memiliki aspek yaitu:

·      Kesadaran Moral (moral awareness)

Aspek dalam kesadaran moral ini adalah pertama, menggunakan pemikirannya untuk melihat suatu situasi yang memerlukan penilaian moral. Sehingga kemudian dapat memikirkan dengan cermat tentang apa yang dimaksud dengan arah tindakan yang benar. Kedua, memahami informasi dari permasalahan yang bersangkutan. Jadi, dalam pengetahuan moral ini, harus mebngetahui fakta yang sebenarnya mengenai suat hal yang bersangkutan sebelum mengambil suatu penilaian moral.

·      Pengetauan Nilai Moral (knowing moral values)

Nilai-nilai moral diantaranya yaitu menghargai kehidupan dan kemerdekaan, tanggung jawab terhadap orang lain, kejujuran, keadilan, toleransi, penghormatan, disiplin diri, integritas, kebaikan, belas kasihan, dan dorongan atau dukungan. Jika seluruh nilai digabung, maka akan menjadi warisan moral yang diturunkan dari satu generasi, ke generasi yang berikutnya.

Mengetahui sebuah nilai berarti memahami bagaimana caranya menerapkan nilai yang bersangkutan dalam berbagai macam situasi. Pengetahuan moral ini membutuhkan “penerjemahan”, yang mana membantu setiap individu menerjemahkan nilai-nilai abstrak dari seluruh nilai yang ada ke dalam hubungan personal mereka.

·      Penentuan Perspektif/ sudut pandang (perspective taking)

Penentuan perspektif atau penentuan sudut pandang ini merupakan kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi sebagaimana adanya, membayangkan bagaimana mereka akan berfikir, bereaksi, dan merasakan masalah yang ada.

·         Pemikiran/logika Moral (moral reasoning)

Pemikiran moral mengikutsertakan pemahaman atas prinsip moral klasik yaitu, “hormatilah hak hakiki intrinsik setiap individu”, bertindaklah untuk mencapai kebaikan yang terbaik demi jumlah yang paling besar”, dan “bertindaklah seolah-olah Anda akan membuat semua orang lain akan melakukan hal yang sama di bawah situasi yang serupa”.

·         Pengambilan Keputusan (decision making)

Aspek komponen moral knowing ini lebih kepada individu itu mampu memikirkan cara bertindak melalui permasalahan moral pada situasi tertentu.

·         Pengtahuan Pribadi/ Pengenalan diri (self knowledge)

Pengetahuan tentang diri masing-masing sangat diperlukan dalam pendidikan karakter. Menjadi orang yang bermoral memerlukan keahlian untuk mengulas kelakuan dirinya sendiri dan mengevaluasi perilakunya masing-masing secara kritis.

2.      Moral Feeling (Perasaan Moral)

Komponen karakter ini merupakan komponen yang akan mengisi dan menguatkan aspek afeksi individu agar menjadi manusia yang berkarakter baik. Beberapa aspek komponen ini adalah:

·           Hati Nurani/ kesadaran akan jati diri (conscience)

Hati nurani memiliki empat sisi yaitu sisi kognitif, mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional, serta merasa berkewajiban untuk melakukan apa yang benar. Banyak orang tahu apa yang benar, namun merasakan sedikit kewajiban untuk berbuat sesuai dengan hal tersebut.

·           Harga Diri (self esteem)

Berdasarkan penelitian, anak-anak dengan harga diri yang tinggi lebih tahan terhadap tekanan teman sebayanya dan lebih mampu untuk mengikuti penilaian mereka sendiri daripada anak-anak yang memiliki harga diri yang rendah (Lickona, 2013:93).

·           Empati (empathy)

Perlunya empati yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain sehingga kita mampu keluar dari zona kita. Sebagai aspek dari komponen karakter, empati harus dikembangkan secara generalisasi. Mempu melihat di luar perbedaan dan menanggapi kemanusiaan bersama.

·           Mencintai Hal yang Baik/ Mencintai kebenaran (loving the good)

Ketika setiap individu mencintai hal-hal yang baik atau mencintai kebenaran, maka setiap individu akan melakukan hal-hal yang bermoral baik dan benar atas dasar keinginan, bukan hanya karena tugas.

·                Kendali Diri/ Pengendalian Diri (self control)

Kendali diri atau pengendalian diri sangat diperlukan dalam pendidikan karakter. Emosi tinggi mampu membuat karakter baik menjadi buruk ketika tidak ada pengendali diri. Dengan pengendalian diri, juga dapat menahan segala hasrat dan keinginan negatif dalam diri.

·           Kerendahan Hati (humility)

Kerendahan hati merupakan keterbukaan yang sejati terhadap kebenaran dan keinginan untuk bertindak guna memperbaiki kegagalan kita. Kerendahan hati adalah sisi afektif pengetahuan pribadi.

3.      Moral Action (Tindakan Moral)

Komponen tindakan ini merupakan hasil dari kedua komponen karakter lainnya yaitu moral knowing dan moral feeling. Aspek dari komponen tindakan moral atau moral action ini yaitu:

·           Kompetensi (competence)

Aspek ini mampu mengubah penilaian dan perasaan moral ke dalam tindakan moral yang efektif. Untuk hal ini, kita harus mampu merasakan dan melaksanakan rencana tindakan.

·           Keinginan (will)

Keinginan berada pada inti dorongan moral. Menjadi orang yang baik memerlukan tindakan keinginan yang baik, suatu penggerakkan energy moral untuk melakukan apa yang kita pikir harus dilakukan.

·           Kebiasaan (habit)

Kebiasaan yang baik melalui pengalaman yang diulangi dalam apa yang dilakukan itu membantu, ramah, dan adil dapat menjadi kebiasaan baik yang akan bermanfaat bagi dirinya ketika menghadapi situasi yang berat.

 


 

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Hubungan karakter dan kepribadian manusia didasari dari komponen pembentuk yang eksplist dan implisit pada diri manusia. Aspek pada komponen-komponen pembentuk karaker memiliki peran dalam terbentuknya kepribadian yang baik dikarenakan karakter dan kepribadian bersipat satu kesatuan yang saling bekerjasama dan saling mendukung. Bentuk rincinya meliputi Moral Knowing, Moral Felling dan Moral Action. Tiga komponen ini yang menjadi ujung pangkal dari komponen-komponen karakter untuk bekerjasama dalam hubungan terbentuknya kepribadian yang baik.

Karakter terbentuk akibat interaksi yang cukup lama dengan seuatu hal atau konten interaksinya. Pada asesmen karakter cukup sulit dianalisis dikarenakan sipatnya yang kompleks sehingga perlu keterlatihan dan kehati-hatian dalam mendidik seseorang yang akan menuju pengembangan karakter yang baik. Kemajuan teknologi juga tidak luput dari proses terbentuknya karakter. Dewasa ini sering kita lihat bagaimana kelakuan remaja maupun siswa dan mahasiwa karena efek kemajuan teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa majunya teknologi juga berakibat terbentuknya karakter karena dengan mudahnya seseorang mengakses sesuatu hal, baik dalam bentuk game, vidio dan lain sebagainya. Hal itu menimbulkan karakter yang tidak baik jika digunakan dengan tidak cermat karena interaksinya yang cukup lama dengan seseorang yang mengaksesnya.  

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2011). Revitalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar. Pidato Pengukuhan Guru Besar sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Dasar 7 pada Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UM, Kamis 8 Juni 2019.

Alwisol. (2005). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM.

Bialik, M., Bogan, M., Fadel, C., & Horvathova. (2015). Character Education for the 21st Century: What Should Students Learn? Boston, Massachusetts: Center for Curriculum Redesign.

Lapsley, D. K. (2006). Character education. Handbook of child psychology , 248-295.

Lickona, T. (2013). Educating for Character: ow Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Jakarta: Bumi Aksara.

Pala, A. (2011). The Need for Character Education. International Journal of Social Sciences and Humanity Studies , 3(2): 23-32.

Park, N., & Peterson, C. (2009). Strengths of character in schools. Handbook of Positive Psychology in Schools , 65–76.

Singgih, & Dirgagunarsa, G. (1987). Pengantar Psikologi. Jakarta: Gunung Mulia.

Sujanto, A. (2001). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Perkasa.

Sumadi. (2006). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.

Suryabrata, S. (2006). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.

Yusuf, S. (2012). Teori kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar