KLIPING
HEWAN LANGKA DI INDONESIA
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
“IPA”
Disusun
Oleh :
Nama :
KIKI FADILLAH
Kelas :
VI
SD NEGERI PURWARAJA 4
TAHUN PELAJARAN
2020-2021
HEWAN LANGKA DI INDONESIA
1. Orang Utan Sumatera dan Kalimantan
Orang utan, baik itu yang hidup di pulau Sumatera atau
Kalimantan juga termasuk spesies yang sangat terancam punah. Menurut laporan
IUCN, selama 75 tahun terakhir populasi orang utan Sumatera telah mengalami
penurunan sebanyak 80%. Dalam kurun waktu 1998 dan 1999, laju kehilangan
tersebut dilaporkan mencapai sekitar 1000 orang utan per tahun.
Sementara
itu, pada tahun 2004, ilmuwan memperkirakan bahwa total populasi orangutan di
Pulau Borneo, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia terdapat sekitar 54
ribu individu. Kebalikan dari orangutan Borneo, orang utan Sumatera mempunyai
kantung pipi yang panjang pada orang utan jantan.
2. Harimau Sumatera
Mungkin saat ini jumlah populasi
Harimau Sumatera tak lebih dari 300 ekor saja, sehingga menurut WWF spesies
yang merupakan satu dari enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup
hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis atau hewan langka
yang terancam punah (critically endangered). Warna kulit harimau Sumatera
merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan
hingga oranye tua. Tubuhnya juga relatif paling kecil dibandingkan semua
sub-spesies harimau yang hidup saat ini. Semakin sempitnya luas habitat karena
aktivitas pembukaan lahan, membuat mereka semakin terancam punah.
3. Komodo
Habitat komodo (Varanus komodoensis)
di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN
memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar
ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman
nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
Habitat utama kadal raksasa ini hanya ada di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili
Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Komodo pertama kali didokumentasikan
oleh orang Eropa pada tahun 1910.
Nama
hewan karnivora ini semakin dikenal dunia setelah tahun 1912 Pieter Antonie
Ouwens, direktur Museum Zoologi di Buitenzorg (kini Bogor), menerbitkan paper
tentang komodo setelah menerima foto dan kulit reptil ini.
4. Burung Jalak Bali
Jalak Bali ditemukan pertama kali
pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak Bali dinamakan menurut pakar hewan
berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang pertama yang
mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Jalak Bali
hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan
satu-satunya spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan sebagai
lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini dilindungi
undang-undang.
Untuk
mencegah terjadi ancaman kepunahan yang makin serius, sebagian besar kebun
binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran jalak Bali (Leucopsar
rothschildi).
5. Badak Jawa dan Sumatera
Badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis) dan Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) juga menjadi perhatian
penting bagi pemerintah dan para pecinta lingkungan. Badak sumatera (Sumatran
rhino) dan Badak Jawa (Javan rinho) merupakan dua dari 5 spesies badak yang
masih mampu bertahan dari kepunahan, selain badak india, badak hitam afrika,
dan badak putih afrika. Namun, kedua badak ini sudah masuk dalam kategori
sangat terancam atau critically endangered. Status konservasi critically
endangered ini disandangkan pada spesies badak di Indonesia sejak 1996.
6. Gajah Sumatera
Mungkin saat ini jumlah populasi Harimau Sumatera tak lebih
dari 300 ekor saja, sehingga menurut WWF spesies yang merupakan satu dari enam
sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk
dalam klasifikasi satwa kritis atau hewan langka yang terancam punah
(critically endangered). Warna kulit harimau Sumatera merupakan yang paling
gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye
tua. Tubuhnya juga relatif paling kecil dibandingkan semua sub-spesies harimau
yang hidup saat ini. Semakin sempitnya luas habitat karena aktivitas pembukaan
lahan, membuat mereka semakin terancam punah.
7. Kanguru Pohon Wondiwoi
Rupanya, Kanguru bukan hanya milik
Australia saja, karena Indonesia juga memilikinya. Kanguru Pohon Wondiwoi
namanya, merupakan salah satu spesies hewan langka endemik yang hidup di Pulau
Papua. Berdasarkan spesimen yang ditemukan Ernst Mayr, hewan yang memiliki nama
ilmiah Dendrolagus mayri ini diperkirakan mempunyai berat sekitar 9,25 kg.
Bulunya berwarna hitam suram dengan beberapa bagian yang berwarna kekuningan.
Daerah pantat dan tungkai berwarna kemerahan dengan ekor keputihan. Populasi
pasti Kanguru Pohon Wondiwoi memang tidak pernah diketahui secara pasti.
Namun
menurut IUCN Red List, diperkirakan jumlah populasi kanguru pohon ini sekitar
50 ekor individu saja. Hal inilah yang membuat pihak IUCN Red List memasukkan
Kanguru Pohon Wondiwoi atau Wondiwoi Tree-kangaroo sebagai spesies Critically
Endangered atau spesies yang sangat terancam punah (Kritis).
8. Anoa
Anoa merupakan hewan endemik pulau
Sulawesi, tepatnya di provinsi Sulawesi Tenggara. Hewan ini termasuk fauna
peralihan (Asiatic – Australis). Hewan yang dikategorikan sebagai hewan langka
ini sudah di ambang kepunahan sejak tahun 1960-an. Bahkan, selama satu dekade
terakhir jumlah populasinya semakin menurun drastis. Diperkirakan saat ini
jumlahnya tidak lebih dari 5.000 ekor di alam bebas. Ancaman kepunahan memang
tak lepas dari perilaku masyarakat yang sering memburunya untuk diambil kulit,
tanduk, serta dagingnya. Ada dua spesies binatang ini, yaitu anoa dataran
rendah dan anoa pegunungan.
Maskot
provinsi Sulawesi Tenggara ini hidup di dalam hutan yang masih rimbun dan sulit
didekati manusia. Itu sebabnya hewan ini tidak bisa menjadi hewan ternak,
karena tidak bisa dijinakkan.
9. Monyet Hitam Sulawesi
Kera Hitam Sulawesi atau dalam
bahasa ilmiah disebut Macaca nigra atau sering juga disebut monyet berjambul
merupakan salah satu dari sekian jenis perimata yang keberadaannya mulai langka
dan terancam mengalami kepunahan. Kera Hitam Sulawesi merupakan satwa endemik
pulau Sulawesi, tepatnya di daerah provinsi Sulawesi Utara. Ciri utama yang
pada monyet ini adalah jambul di atas kepalanya. Dalam bahasa Inggris primata
langka ini disebut dengan beberapa nama diantaranya Celebes Crested Macaque,
Celebes Black ape, Celebes Black Macaque, Crested Black Macaque, Gorontalo
Macaque, dan Sulawesi Macaque.
Sementara
itu, kera ini oleh masyarakat setempat biasa dipanggil dengan Yaki, Bolai,
Dihe. Dalam bahasa latin (ilmiah) Kera Hitam Sulawesi dinamai Macaca nigra yang
bersinonim dengan Macaca lembicus (Miller, 1931) Macaca malayanus (Desmoulins,
1824). Kera hitam sulawesi ini semakin hari keberadaannya semakin langka dan
terancam punah. Bahkan oleh IUCN Redlist digolongkan dalam status konservasi
Critically Endangered (Krisis).
10. Pesut Mahakam
Pesut mahakam atau dalam bahasa
Latin disebut Orcaella brevirostris adalah sejenis hewan mamalia yang sering
disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun
2007, populasi hewan tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa
Indonesia yang terancam punah. Ilmuwan internasional mengklasifikasikan
populasi Pesut Mahakam di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, dalam kondisi
sangat terancam punah. Banyak faktor yang mempengaruhi populasi pesut.
Jumlah
pasokan makanan yang makin berkurang di alam, lalu lalang kapal ponton di
kawasan habitatnya, serta penggunaan racun oleh nelayan setempat menjadi biang
kerok berkurangnya populasi ikan pesut.
11. Macan Tutul Jawa
Harimau Jawa telah lama punah, dan
spesies sejenis yang masih ada di tanah Jawa adalah Macan Tutul Jawa atau dalam
bahasa Latin disebut Panthera pardus melas. Hewan langka yang menjadi ikon
provinsi Jawa Barat ini merupakan satwa endemik pulau Jawa dan menjadi bagian
dari sembilan subspesies Macan Tutul (Phantera pardus) di dunia. Macan Tutul
Jawa yang telah dikategorikan dalam status konservasi “Critically Endangered”
mempunyai dua jenis variasi, yaitu Macan Tutul berwarna terang dan Macan Tutul
berwarna hitam yang biasa disebut dengan Macan Kumbang.
Meskipun
berwarna berbeda, kedua kucing besar ini adalah subspesies yang sama. Menurut
laporan dari IUCN, jumlah Macan Tutul Jawa yang masih hidup tak lebih dari 300
ekor di habitatnya.
12. Kura-kura Paruh Betet
Dalam bahasa Inggris kura-kura hutan
sulawesi yang endemik pulau Sulawesi ini disebut sebagai Sulawesi Forest
Turtle. Sedangkan resminya, hewan langka ini mempunyai nama latin yaitu
Leucocephalon yuwonoi yang bersinonim dengan Geoemyda yuwonoi dan Heosemys
yuwonoi. Kura-kura hutan Sulawesi ini sering juga dikenal dengan nama kura-kura
paruh betet.
Pemberian
julukan nama tersebut dikarenakan bentuk mulutnya yang unik seperti burung
betet. Kura-kura hutan Sulawesi (kura-kura paruh betet) ini termasuk dalam salah
satu dari 7 jenis reptil paling langka di Indonesia. Bahkan termasuk dalam
daftar The World’s 25 Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles—2011
yang dikeluarkan oleh Turtle Conservation Coalition.
Sebelumnya
kura-kura hutan sulawesi digolongkan dalam genus Heosemys, namun sejak tahun
2000 dimasukkan dalam genus tunggal Leucocephalon. Kata ‘yuwonoi’ dalam nama
ilmiahnya merujuk pada Frank Yuwono yang kali pertama memperoleh spesimen
pertama kura-kura hutan sulawesi ini di pasar di Gorontalo Sulawesi.
13. Elang Flores
Elang flores atau Nisaetus floris
merupakan jenis elang berukuran besar sekitar 71 – 82 cm yang turut memperkaya
keragaman burung di nusantara. Meskipun namanya elang flores, burung ini juga
dapat dijumpai juga di Pulau Lombok, Sumbawa, serta pulau kecil Satonda dan
Rinca, selain tentu saja di Pulau Flores, Nusa Tenggara. Kecenderungan populasi
elang flores yang terus menurun membuat Badan Konservasi Dunia IUCN
menetapkannya sebagai jenis “satu langkah menuju kepunahan” (Critically
Endangered/CR). Jumlah individu dewasa di seluruh persebarannya diperkirakan
sekitar 100 pasang dengan daerah jelajah sekitar 10.000 kilometer persegi.
Ciri
elang ini adalah tubuh bagian bawahnya berwarna putih, hidup di kawasan hutan
dataran rendah dan submontana hingga ketinggian 1.000 mdpl. Teknik memangsanya
yang mudah terlihat adalah berburu dari tenggeran dan terbang mengangkasa
memanfaatkan aliran udara panas.
14. Ekidna Moncong Panjang Barat
Ekidna Moncong Panjang Barat
(Zaglossus bruijnii) atau yang dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan
Western Long-beaked Echidna merupakan hewan endemik yang berasal dari Papua,
dan Australia (punah) yang hidup di ketinggian 1300-4000 mdpl. Habitatnya
adalah padang rumput alpin dan hutan yang lembap. Ekidna merupakan hewan
mammalia yang bertelur (ordo Monotremata) yang masih bertahan hidup hingga
sekarang di samping platipus (Ornithorhynchus anatinus).
Sebagaimana
dengan platipus, Ekidna termasuk hewan yang aneh. Ekidna menjadi aneh lantaran
hewan mamalia selayaknya harimau ataupun tarsius tetapi ekidna tidak melahirkan
anaknya melainkan bertelur
.
15. Kodok Pohon Ungaran
Philautus jacobsoni atau biasa
disebut Katak Pohon Ungaran. Memiliki status Critically endangered (hampir
punah) dan masuk dalam daftar The IUCN Red List of Threatened Species tahun 2008.
Dalam pernyataannya, Philautus jacobsoni dinyatakan hampir punah dengan alasan
daerah yang menjadi habitatnya kurang dari 10 km2, semua individu dari jenis
katak ini hanya terdapat di Gunung Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.
16. Burung Trulek Jawa
Burung Trulek Jawa (Vanellus
macropterus) merupakan salah satu jenis burung endemik Jawa yang memiliki
habitat utama di wilayah rawa yang luas, seperti padang rumput luas yang banjir
saat musim hujan. Menurut data IUCN terbaru tahun 2013, jumlah populasi Trulek
Jawa ini sangat kecil, diasumsikan kurang dari 50 individu saja. Mengerikan
bukan? Jumlah populasi yang dimungkinkan menurun ini, disebabkan oleh gangguan
manusia dan konversi habitat untuk budidaya dan pertanian, serta perburuan.
Sejalan
dengan itu, menurut data IUCN, dinyatakan bahwa ancaman kepunahan Trulek Jawa
ini adalah masalah lahan dari habitat asli yang telah dialihfungsikan menjadi
wilayah agro-industry farming atau lahan pertanian dan menjadi daerah budidaya
air tawar, yaitu tambak.
17. Kakatua Jambul Kuning
Jenis burung yang semakin terancam kelestariannya adalah
burung Kakatua Jambul Kuning atau dalam nama ilmiahnya disebut Cacatua
sulphurea. Daerah sebaran kakatua-kecil jambul-kuning adalah Kepulauan Sunda
Kecil, Sulawesi, Bali, dan Timor, di tempat yang masih terdapat hutan-hutan
primer dan sekunder. Menurut Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA)
Provinsi Nusa Tengara Barat Dr Ir Widada MM, seperti dikutip dari Republika,
mengungkapkan populasi burung Kakatua Jambul Kuning yang hidup di alam liar di
daerah NTB saat ini tersisa 145 ekor.
Bahkan,
lanjut Widada, burung Kakatua jambul kuning telah dinyatakan hewan langka yang
masuk kategori kritis oleh lembaga konservasi dunia (IUCN), karena jumlahnya
yang semakin sedikit.
18. Simakobu
Simakobu adalah monyet berhidung
pesek yang status populasinya paling mengkhawatirkan dan orang jarang bahkan
tidak mengenalnya. Simakobu adalah spesies monoleptik dimana binatang ini tidak
memiliki ‘saudara’ dalam marganya. Russel A. Mittermeier, Presiden Conservation
International (CI) juga menambahkan bahwa Simakobu merupakan satu-satunya
monyet pemakan daun yang mempunyai ekor melingkar pendek dan mempunyai hidung
tumpul seperti halnya monyet emas atau monyet berhidung pesek.
Simakobu
atau yang bernama ilmiah Simias concolor ini menjadi penting karena statusnya
dalam IUCN yang dikategorikan sebagai spesies yang Critically Endangered atau
status konservasi tingkat keterancaman tinggi (hewan langka) dan dicap sebagai
‘The World’s 25 Most Endangered Primates’. Hal ini terjadi karena populasi
monyet ekor babi selama 10 tahun terakhir mengalami penurunan hingga 80%.
19. Beruk Mentawai
Selain Simakobu, kawasan Mentawai
juga dihuni spesies primata lainnya. Orang lokal menyebutnya Bokoi atau bokkoi
(Macaca pagensis). Mereka adalah sejenis monyet yang menyebar terbatas (endemik)
di Kepulauan Mentawai, lepas pantai barat Sumatera. Nama itu adalah sebutan
yang sering digunakan oleh penduduk Kepulauan Mentawai untuk menyebut hewan
tersebut. Nama lainnya adalah beruk mentawai, sedangkan dalam Bahasa Inggris
disebut dengan nama Pagai Island Macaque. Epitet spesifiknya, yaitu pagensis,
berarti “berasal dari Pagai”; merujuk kepada pulau-pulau Pagai di Kepulauan
Mentawai sebagai habitat asal beruk ini yang kian terancam punah.
20. Tarsius Siau
Tarsius adalah primata dari genus
Tarsius, suatu genus monotipe dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang
bertahan dari ordo Tarsiiformes. Tarsius mempunyai tubuh kecil dengan mata yang
sangat besar; tiap bola matanya berdiameter sekitar 16 mm dan keseluruhan
berukuran sebesar otaknya. Kaki belakangnya juga sangat panjang. Sampai saat
ini populasi Tarsius cenderung mengalami penurunan (IUCN, 2012). Perkiraan
kepadatan populasi Tarsius di Tangkoko adalah 156/km2 (Gursky, 1997). Hal ini
karena dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam (internal) maupun dari
luar (eksternal).
Faktor
luar (eksternal) yang mempengaruhi Tarsius antara lain adalah
lingkungan(habitat,sarang, jenis vegetasi), iklim (suhu, kelembaban, intensitas
cahaya, dan curah hujan), predator (kucing hutan, ular dan manusia), dan pakan.